Friday, January 5, 2018

Islam bukan Identitas, Kata Tidak Berhenti Pada Kata

Islam bukan identitas
Sumber gambar : icrp-online.org

Menjadi  kaum yang diciptakan di akhir zaman memang ada suka dukanya. Dukanya, kita tidak bisa bertemu  langsung dengan Baginda Nabi Muhammad SAW yang menjadi junjungan kita. Sukanya, di sisi yang lain Baginda Nabi menyatakan 3 kali mendapat keberuntungan bagi kaum akhir zaman yang tetap mengimani Allah dan Rasulullah. Seperti dalam sabdanya, “Beruntunglah orang-orang yang hidup bersamaku. Namun beruntunglah, beruntunglah, beruntunglah orang yang hidup tidak bersamaku, di waktu yang lain, tapi mengimani Allah dan mengimani Rasulullah.” [1]

Ketika saya sekolah Madrasah dahulu, saya bertanya kepada Guru saya yang notabene lulusan pondok pesantren. Bagaimana cara kita mengikuti dan meneladani Baginda Rasul? Guruku menjawab, Rasulullah adalah orang yang lemah lembut, maka tirulah kelembutannya.

Masih ingat kisah ketika Musa dan Harun diutus Allah untuk pergi menemui Fir’aun? Beliau melanjutkan, “Maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” [2]

Kepada Fir’aun saja Allah menyuruh Musa dan Harun agar berbicara lemah lembut, apalagi kita ketika berbicara kepada orang tua, ke sesama teman, ke tetangga, atau kepada orang lain.

Memang benar, orang-orang sekarang sudah banyak kehilangan kelemahlembutan. Dengan teganya, gampang sekali menilai orang lain lebih buruk dari dirinya, sedikit-sedikit menuduh orang dengan sebutan  kafir, melabeli munafik kepada orang lain, mencap sesat, dan lebih parah lagi jika tidak mau mensholati sesama muslim yang meninggal.

Atas dasar apa? Atas dasar pilihan orang tersebut ketika memilih calon pemimpin di Pilkada dengan didasari tafsir Al Qur’an atau Hadits kita yakini benar? Atas dasar karena paham mereka berbeda dengan Ahlu Sunnah Wal Jamaah? Atau atas dasar perbedaan Agama yang dianut?

Tuhan sendiri bilang, “Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa”. [3]

Rasulullah yang kekasih Tuhan saja tidak berhak untuk menghakimi seseorang itu kafir atau musyrik, yang berhak itu cuma Tuhan. Itulah bedanya kita dengan Baginda Rasul, beliau mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk masuk surga, tetapi orang-orang sekarang malah kebalikannya. Wali Songo dengan metodenya yang persuasif mengajak orang-orang untuk berislam, Orang zaman sekrang tidak, yang sudah berislam malah dituduh munafik, kafir sesat dan tidak mau mensholati jenazahnya.

Harus diingat, dalam permainan sepak bola setiap pemain tidak boleh meniup sumpritan (peluit) kepada pemain yang lain. Sudah ada wasit, Reekk..!!! Mari bermain saja dengan sebaik-baiknya.

Andaikata, di akhirat nanti orang yang kita tuduh kafir, sesat, munafik ternyata masuk surga bersama dengan kita, apa nanti kita tidak malu? Atau andaikata, orang atau sekelompok orang yang kita tuduh-tuduh itu masuk surga, sedangkan kita di neraka. Apa kita tidak malu kuadrat? Kejadian seperti itu bisa saja menjadi kenyataan. Tuhan Maha berkehendak, semau-mau Dia. Jangan menganggap Tuhan tidak adil, keadilan Tuhan berbeda dengan keadilan menurut ilmu manusia.


Tidak ada kata yang berhenti pada kata
Ada seorang warga bertanya kepada seorang Kiai di kampungnya. “Pak Yai, pilih mana seorang muslim tapi korupsi atau seorang kafir tetapi baik”.

Kiai kampung itu mengernyitkan dahinya. Dengan rendah hati beliau menjawab, “saya tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan sampeyan yang menurut saya sangat sukar ini. Tetapi, kalau sampeyan memaksa, baiklah akan saya jawab sebisa saya” kata pak Kiai.

“Salam, adalah kata benda, yang berarti keselamatan. Islam, adalah kata kerja (verb) yang artinya Penyelamatan. Sedangkan Muslim, adalah subjek (pelaku) yang melakukan penyelamatan. Jadi, seorang muslim tugasnya adalah melakukan penyelamatan-penyelamatan di berbagai bidang. Muslim adalah orang yang selamat, sehingga pada gilirannya menyelamatkan siapa saja di sekelilingnya. Menyelamatkan  nyawanya, hartanya, dan kehormatannya.”

Dari definisi tersebut, jika seorang melakukan korupsi. Ia muslim atau bukan? Jika ada seorang yang baik ke sesama, Ia muslim atau bukan?

“Tetapi kan orang yang kedua tadi kafir, Pak Yai”.

Baca juga : 11 lesalahan logika yang sering kita alami

“Kafir kepada apa dan siapa dulu”, ujar pak Kiai. Beliau melanjutkan, “kalau ada orang yang beriman kepada Tuhan, berarti ia kafir terhadap iblis. Kalau ia beriman kepada iblis, berarti ia kafir terhadap Tuhan. Begitulah, tidak ada kata yang berhenti pada kata tersebut”.

“Loh, kalau begitu Islam itu yang baik-baik semua dong?”

“Ya memang, Islam dan kafir itu bukan identitas, melainkan kata kerja. Tetapi di sini, di Indonesia tercinta, Islam sudah terlanjur sebagai identitas, ya ndak apa-apalah”.

“Ini bukan fatwa tentang memilih calon gubernur pada pilkada di suatu daerah pak Yai?”

“Jelas bukan. Saya tidak menyukai orang bermulut bensin, sehingga apa yang keluar dari mulutnya adalah api. Lagi pula saya tidak begitu setuju dengan sistem pemilu di Negara ini.”

*****

Dari penggalan kisah di atas bisa kita elaborasi lagi dengan mengganti kata Islam, dengan berbagai kata yang lain. Misalnya; munafik, Haji, dan sebagainya.

Membahas tentang munafik, menurut hadits Nabi ciri munafik ada 3: ketika berbicara ia berdusta, ketika berjanji ia ingkar, ketika dipercaya ia berkhianat. Sama seperti Islam tadi, munafik bukan identitas, melainkan kata kerja (verb).  Ketika seseorang sedang berdusta, berarti ia munafik. Tetapi setelah besoknya dan seterusnya jujur lagi, ia bukan munafik. Menjadi salah kaprah jika seorang muslim yang memilih calon gubernur non muslim dianggap munafik lantas jika meninggal jasadnya tidak disholatkan. Atas dasar apa dengan mudahnya menuduh orang dengan sebutan munafik? Apakah kita tahu kedalaman hati seseorang? Ilmu dan metodologi apa yang dipakai?

Begitu pun halnya dengan Haji, menurut istilah haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu dan waktunya tertentu pula. Setelah seseorang selesai berhaji, lalu –maaf- buang hajat. Ia bukan haji lagi, haji adalah ketika seseorang melakukan ibadah, di tempat tertentu dan waktunya tertentu. Setelah pulang ke Negeri masing-masing, ia bukan Haji lagi. Tetapi orang-orang sekarang sudah terlanjur memakai Haji sebagai gelar.

Kalau begitu jangan tanggung-tanggung, orang bersyahadat dikasih gelar Syahid, orang yang sudah pernah sholat dikasih gelar Musholli, Orang yang berzakat dikasih gelar Muzakki, orang yang puasa dikasih gelar Shoim. Kalah dipakai sekaligus jadi S.M.M.S.H. Ir. Joko Wibowo, misalnya.

Baiklah, diakhiri saja mauidhoh hasanahnya dengan pesan seorang ‘alim. Hehehe..

“Apabila engkau melihat ada orang yang lebih tua darimu maka katakanlah olehmu: ‘Dia telah mendahuluiku dengan iman dan amal shalih, maka dia lebih baik dariku’. Apabila kamu melihat ada orang yang lebih muda darimu, maka katakanlah: ‘Aku telah mendahuluinya berbuat dosa & maksiat, maka dia lebih baik dariku”.[4]


Footnote:

[1] ارايت من آمن بك ولم يرك وصد قك ولم يرك . فقال : اولائك اخواني اولائك معى طوبى لمن رآنى وآمن بى طوبى لمن آمن بى ولم يرانى – ثلاث مرات – (Rowahu Thabrani)

[2] فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى – (Q.S Taha : 44)

[3] فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى  (Q.S An-Najm: 32)

[4] Shifatu Ash-Shofwah 3/248

Location: Jl. Alternatif Cibubur KM.3, Harjamukti, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16454, Indonesia

0 comments:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html