![]() |
Sumber gambar : elang-indo.blogspot.co.id |
Dalam karangan atau cerita tentu kita tidak asing lagi dengan istilah sudut pandang. Sudut pandang atau point of view dilakukan penulis sebagai cara atau teknik untuk menyampaikan isi tulisannya kepada pembaca. Biasanya dengan sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Dari kedua sudut pandang tadi juga masih banyak jenis varian lainnya. Ada sudut pandang orang pertama sebagai tokoh utama, sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan. Sudut pandang orang ketiga yang serba tahu, sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat, dan sebagainya.
Di dalam fotografi juga dikenal istilah sudut pandang (angle of view), tetapi sudut pandang di sini bukan mengenai posisi “angle” yang digunakan saat memotret, melainkan besaran sudut pandang dari sebuah lensa.
Tidak hanya dalam karangan dan fotografi, di dalam proses pembelajaran ilmu juga dikenal suatu pola persepsi dengan idiom sudut-pandang. Bahkan lebih dielaborasi lagi menjadi sisi-pandang, jarak-pandang, resolusi pandang, dan lain-lain. Idiom-idiom ini saya dapatkan dari percikan-percikan ilmu Maiyahan yang saya tulis kembali sebagai sebuah metode kerendahan hati dan kesadaran untuk beranjak dari belum tahu menuju “mungkin” tahu.
Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) mencontohkan dengan tepat apa itu sudut pandang. Menurutnya, kalau orang hendak menjual rumah, maka dipasang foto rumah itu tampak-depan, tampak-samping, tampak-atas dan tampak-belakang. Meskipun yang disebut tampak-samping saja, sesungguhnya memuat beribu kemungkinan gambar, bergantung derajat dan koordinat pengambilannya. [1] Beribu kemungkinan gambar tersebut tadi disebut sudut pandang. Kalau di dalam fotografi ada atau dikenal istilah yang disebut Normal angle, High Angle, Low Angle, Bird Eye, dan Frog Eye.
Selanjutnya meningkat ke sisi pandang. Dari foto rumah yang tampak samping saja memuat ribuan kemungkinan gambar, belum lagi tampak-kanan, tampak-kiri, tampak-atas, dan tampak-dalam. Yang berbentuk kotak saja tetap ada beribu angle, koordinat, sisi atau spektrum yang berbeda-beda, apalagi yang bulat atau bundar.
Banyak orang yang hanya melihat dari satu sisi, tidak mau melihat dari banyak sisi, bahkan tidak pernah tahu ada sisi yang lainnya. Ini bisa kita ambil contoh dari kedatangan raja Salman ke Indonesia beberapa waktu yang lalu. Pemberitaan di berbagai media mainstream yang mencuat ke permukaan adalah bahwa raja Salman sudah hapal Al Qur’an sejak 10 tahun, pernah meninggalkan Obama demi salat. [2] Adakah yang tahu dan ingat apa yang telah dilakukan raja tersebut kepada rakyat Suriah dan Yaman? Orang-orang hanya melihat tampak-samping rumah yang bagus-bagus saja, bahkan mungkin tidak pernah diingat tampak-bawah rumah.
Mengenai hapal Al Qur’an atau tidak hapal Al Qur’an, itu bukan suatu ukuran bahwa orang tersebut memang benar-benar baik. Ada kisah seorang warga bertanya kepada Kiai kampung saat pengajian di balai Desa. “Pak Kiai, tolong jelaskan bagaimana menteri Agama yang hapal Al Qur’an tetapi korupsi?”
Sang Kiai bingung, mengernyutkan dahi. Setelah berpikir agak lama raut mukanya sumringah. Beliau ingat suatu kejadian yang pernah ia alami dan pasti bisa menjawab pertanyaan seorang jamaah tadi.
Pak Kiai menjawab. “Begini saudara, suatu hari saya hendak ke masjid untuk melaksanakan salat dhuhur. Ketika melewati belokan ada yang mengucapkan salam, saya tengak-tengok tetapi tidak ada orang. Maka saya bergegas pergi ke masjid untuk menunaikan salat. Sepulang dari masjid saya melewati belokan yang tadi, ternyata ada suara ucapan salam lagi. Saya cari-cari sumber suara tetapi tetap tidak ada orang. Kebetulan ada orang yang melintas dan memberi tahu kepada saya bahwa yang mengucapkan salam tersebut adalah burung beo peliharaan pak Fulan. Tersenyumlah saya diberi tahu oleh orang yang lewat tadi. Kira-kira begitu analogi orang yang hapal al Qur’an tetapi korupsi. Sama seperti burung beo yang bisa menghapal dan menirukan suara manusia tetapi tidak mengerti apa yang diucapkannya.”
Jarak Pandang dan Resolusi Pandang
Banyaknya benturan-benturan antar kelompok, kerusuhan-kerusuhan di dalam suatu Negara biasanya terjadi karena perbedaan persepsi (memandang sesuatu) antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan sejatinya adalah hal yang wajar, tetapi jika salah satu pihak memaksakan kehendaknya terhadap pihak lain yang berbeda pandangan dengan diri mereka maka yang akan terjadi adalah benturan-benturan, bentrokan, meningkat ke kerusuhan dan peperangan.
Maka, kadang-kadang kita perlu menjauh, mengambil jarak pandang untuk melihat kejernihan atas sesuatu. Kadang-kadang juga perlu mendekat untuk mempertinggi resolusi pandang”. Tentu saja jarak pandang dan resolusi pandang yang kita dapat baru mengandung “kemungkinan” benar. Tuhan menyindir dengan membuat resolusi pandang mata burung jauh di atas resolusi pandang manusia. Juga resolusi pandang ayam yang bisa melihat ‘nur’ malaikat dan keledai yang bisa melihat setan. Agar tidak terlalu cepat menyalahkan-menyalahkan orang lain, maka cara pandangmu perlu diubah untuk melengkapi informasi dan sudut pandangmu diperkaya untuk memperbanyak input yang ada dalam diri.
Sabrang (Noe), di Juguran Syafaat [3] menyampaikan bahwa “tidak ada benar salah dalam hidup. Karena yang menurut kita benar, itu suatu saat pasti salah, kalau kita menemukan benar yang lebih lanjut, yang lebih presisi. Yang kita anggap salah, pasti akan benar kalau kita mengetahui jarak pandangnya, resolusi pandang, sudut pandangnya, cara pandangnya.”
Lebih lanjut Sabrang menganalogikan ada dua orang yang menggambar gajah dari arah yang berbeda. Maka dua-duanya memiliki muatan kebenaran atas gambar gajah, meskipun gambarnya berbeda. Orang yang bodoh adalah orang yang tidak mau melihat gambar temannya. Karena kalau dia hanya bisa melihat gambarnya sendiri, maka hanya melihat gajah dari satu sisi. Kalau dia bersedia melihat gambar temannya, dia akan bisa melihat lengkap gambar gajahnya. Itulah kebenaran dan ilmu yang sejati.
Dalam analogi gambar gajah, yang kita cari bukan mana yang paling benar, tapi kelengkapan kebenaran itu. Dari sudut pandang yang banyak, dari resolusi yang bermacam-macam, dari cara pandang yang macam-macam kita kumpulkan. Kita akan punya kelengkapan kebenaran gambar gajah. Itupun masih limit. Selengkap-lengkapnya kita lihat gambar tentang gajah, itu bukan gajah lho. Kita tidak menyentuh kebenaran gajah itu. Itu hanya potret tentang gambar gajah. Betapa jarak kita begitu jauh dari kebenaran, sampai di dalam Al Qur’an kita selalu minta “tunjukilah kami jalan yang benar.
Pusat Pandang
Meskipun sudah mengenal sudut pandang, sisi pandang, jarak pandang, dan resolusi pandang, pada akhirnya yang harus ditetapkan adalah pijak pandang. Cak Nun menjelaskan bahwa [4] kebanyakan manusia tidak berkembang kemampuannya untuk melihat adanya jarak antara kenyataan dengan penafsirannya terhadap kenyataan tersebut. Tidak bisa melihat bentangan jarak antara nilai dengan interpretasi atas nilai. Juga tidak begitu paham ada jarak antara Al-Qur`an dengan tafsirnya.
Seperti yang banyak dilakukan oleh dai-dai sekarang, itu semua menghasilkan keterpencaran, kemudian benturan, permusuhan dan peperangan, air bah pengkafiran, pemusyrikan, pen-sesat-an, di antara manusia yang masing-masing memonopoli Tuhan dan kebenaran nilai di kutub dan petaknya masing-masing.
Lalu, yang teraneh dari manusia adalah tidak kunjung mengetahui bahwa yang paling benar dari seluruh semesta relativitas sudut-pandang, sisi-pandang, cara-pandang dan jarak-pandang kebenaran yang mengepung mereka, tak lain adalah pusat pandang Allah sendiri atas ciptaan-Nya, termasuk manusia.
Foot Note:
[1] Muhammad Ainun Nadjib, Pusat Pandang Allah. https://www.caknun.com/2016/pusat-pandang-allah/ dilihat 7 Maret 2017
[2] Muhaimin, Fakta-fakta Raja Salman, Hafal Alquran hingga Tinggalkan Obama demi Salat. https://international.sindonews.com/read/1183120/40/fakta-fakta-raja-salman-hafal-alquran-hingga-tinggalkan-obama-demi-salat-148795761/ dilihat 7 Maret 2017
[3] Reportase: Menjawab Zaman. http://juguransyafaat.com/menjawab-zaman/ dilihat 7 Maret 2017
[4] Muhammad Ainun Nadjib, Pusat Pandang Allah. https://www.caknun.com/2016/pusat-pandang-allah/ dilihat 7 Maret 2017
0 comments:
Post a Comment