![]() |
Tampomas II terbakar. Sumber gambar : news.liputan6.com |
“Api menjalar dari sebuah kapal
Jerit ketakutan
Keras melebihi gemuruh gelombang
Yang datang”
Jerit ketakutan
Keras melebihi gemuruh gelombang
Yang datang”
Hari ini, tepat 37 tahun yang lalu. Sebuah tragedi
memilukan dalam sejarah pelayaran Indonesia terjadi. Sebuah kapal pengangkut
penumpang, Tampomas II, tenggelam di Perairan Masalembu. Legenda hidup, Iwan
Fals mengabadikannya dalam sebuah lagu yang berjudul “Celoteh camar Tolol dan
Cemar” yang tedapat dalam album Sumbang dirilis tahun 1983.
Tampomas, (nama gunung di Sumedang, Jawa Barat,
yang ditabalkan menjadi nama kapal) dijadwalkan berangkat dari Pelabuhan
Tanjung Priok pada Jumat, 23 Januari 1981, akan menuju Ujung Pandang. Pemberangkatan
ditunda karena ada kerusakan mesin. Sehingga keesokan harinya, Sabtu 24 Januari
Tampomas baru bisa berangkat menuju Ujung Pandang, Sulawesi.
Rute perjalanan Tanjung Priok – Ujung Pandang biasanya
memakan waktu 2 hari 2 malam, diperkirakan seharusnya tanggal 26 januari,
Tampomas sudah tiba di tujuan. Sebelum bertolak dari Tanjung Priuk, seorang
pemandu kapal mengumumkan bahwa salah satu mesin kapal telah mengalami
kerusakan. Namun, Tampomas 2 tetap melanjutkan rencananya melakukan pelayaran.
Tampomas membawa sedikitnya 1.442 orang, 1.054
tercatat sebagai penumpang resmi, sisanya adalah penumpang gelap. [1] Di atas
kapal, terdapat 190 Mobil dan 200 Motor termasuk mesin giling Sakai.
![]() |
Ilustrasi, sebuah keluarga di kapal Tampomas. Sumber gambar : yaspiery.wordpress.com |
Setelah sehari semalam berlayar, Tampomas
sudah mencapai rute Pulau Bawean - Kepulauan Masalembu. 24 januari malam
pelayaran berjalan lancar, tidak terjadi
apa-apa. Yang terlihat hanyalah layung senja yang memukau dan pemandangan ufuk cakrawala
laut Jawa yang datar.
Namun, perlu diketahui bahwa ombak Januari di
rute tersebut memang lebih besar dari biasanya. Ketinggian gelombang mencapai 7
– 10 meter, dengan kecepatan hembusan angin hingga 15 knot. Hal tersebut sangat
sering terjadi sehingga wilayah perairan tersebut dijuluki sebagai segitiga
bermudanya Indonesia.
Minggu malam, 25 Januari terjadi badai laut
yang besar. Beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar. Terjadi percikan
nyala api. Api mulai menyambar dan berkobar-kobar. Para kru mesin matian-matian
mencoba memadamkannya dengan alat pemadam portabel. Namun, gagal. Api malah
menjalar ke kompartemen mesin karena pintu dek terbuka.
Pemadaman mengalami jalan buntu, sebab,
generator untuk menyemprotkan air juga mengalami kerusakan. Usaha pemadaman pun
terpaksa dihentikan karena dianggap sudah tidak memungkinkan.
Di dalam situasi yang darurat itu, Kapten Abdul
Riva’i sebagai Nahkoda kapal berinisiatif akan melabuhkan kapal di pulau
terdekat. Nahas, baling-baling kapal ternyata tidak mau berputar. matinya
aliran listrik juga mengakibatkan radio sebagai alat komunikasi otomatis
terputus. Isyarat cahaya yang dilontarkan pun tidak menyala. [2]
Pagi
menyingsing, asap kapal yang membumbung tinggi menjadi isyarat kepada kapal
lain yang sedang melintasi perairan tersebut. KM sangihe adalah kapal yang
pertama kali datang melakukan tindakan penyelamatan.
Yang sangat diharapkan
Bagai rindukan bulan
Lamban engkau pahlawan
Celoteh sang camar”
Namun
sudah terlambat, sekitar 666 orang dinyatakan tewas dalam tragedi tersebut. Termasuk
sang Kapten, Abdul Riva’i. Ia menolak untuk pergi dari kapal selama masih ada
penumpang yang tertinggal.
![]() |
Tampomas tenggelam. Sumber gambar : freelander.wordpress.com |
Iwan Fals melancarkan kritik keras lewat lirik lagunya
:
“Tampomas sebuah kapal
bekas
Tampomas terbakar di laut lepas
Tampomas tuh penumpang terjun bebas
Tampomas beli lewat jalur culas
Tampomas terbakar di laut lepas
Tampomas tuh penumpang terjun bebas
Tampomas beli lewat jalur culas
Tampomas kasus ini
wajib tuntas
Tampomas koran koran seperti amblas
Tampomas pahlawanmu kurang tangkas
Tampomas cukup tamat bilang naas”
Tampomas koran koran seperti amblas
Tampomas pahlawanmu kurang tangkas
Tampomas cukup tamat bilang naas”
Usut punya usut, Menurut buku Penyelewengan Dibalik
Tenggelamnya Tampomas II (1982), Tampomas II memang sebuah kapal
bekas. Kapal bekas ini dibeli melalui PT. Pengembangan Armada Niaga Nasional
(PANN) dari perusahaan Jepang Comodo Marine Co. SA dengan harga US$ 8,3
juta. Angka ini mengherankan beberapa pihak karena PANN ternyata pernah diberi
tawaran kapal lain yang harganya hanya US$ 3,6 Juta.[3]
Memorandum of Agreement (Moa) pembelian kapal tercatat pada 23
Februari 1980 dengan Junus Effendi Habibie alias Fanny Habibie, adik B.J.
Habibie, bertindak sebagai Ketua Steering Committe (SC) pembeliannya. Tapi ia
menampik bertanggung jawab soal spesifikasi kapal.[4]
Menteri Perhubungan saat itu, dalam penjelasannya pada pers di
kantor Departemen Perhubungan, mengatakan tidak terjadi hal yang abnormal di
ruang mesin. Kelainan terjadi pada ruang geladak kendaraan, khususnya pada
kendaraan roda dua yang terletak di sebelah belakang. Karena guncangan
gelombang laut yang cukup kuat memungkinkan untuk timbul percikan api dan
menyebar. [5]
Penyelidikan yang dipimpin oleh Jaksa Ruslan Effendi Nasution
sebagai kepala Tim Perkara tidak memberikan hasil yang berarti, sebab
semua kesalahan ditudingkan kepada para awak kapal. Ada kesan bahwa kasus ini
dengan sengaja ditutup-tutupi oleh pemerintah saat itu, meskipun banyak suara
dari parlemen yang menuntut pengusutan yang lebih serius. [6]
Depok, 27 Januari 2018
Footnote :
[1] https://tirto.id/tenggelamnya-tampomas-kapal-bekas-yang-dibeli-lewat-jalur-culas-cefH, dilihat 26 Januari 2018.
[2] Ibid__
[3] Ibid__
[4] Ibid__
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Musibah_KMP_Tampomas_II, dilihat 26 Januari 2018
[6] Ibid__
0 comments:
Post a Comment