Iwan Fals - Sore Tugu Pancoran Cover Album |
Masih bersama Willy Soemantri, album ini meledak di
pasaran. Karena muncul bersamaan dengan film yang dibintangi Iwan Fals dengan
judul ‘Damai Kami Sepanjang Hari’. Film ini bercerita tentang kehidupan
pengamen yang menjadi sukses, diisi dengan lagu-lagunya Iwan. Kurang lebih
menceritakan kehidupan sesungguhnya Iwan Fals. Album ini secara tidak langsung bisa
dikatakan menjadi soundtrack film tersebut.
Aku Antarkan
Iwan Fals
Aku antar kau sore pukul 5
Laju roda 2 seperti malas tak beringas
Langit mulai gelap sebentar lagi malam
Namun kau harus kembali tinggalkan kota ini
Saat lampu-lampu mulai dinyalakan
Semakin erat lingkar lenganmu di pinggangku
Jarak bertambah dekat 2 kelok lagi
Setasiun bis antar kota pasti terlihat
Tak terasa seminggu sudah engkau di pelukku
Tak terasa seminggu alangkah capatnya waktu
Tak terasa seminggu rakus ku lumat bibirmu
Tak terasa seminggu tak bosan kau minta itu
Tiba di tujuan mesin ku matikan
Jariku kau genggam seakan enggan kau lepaskan
Angan dan Ingin
Sambil tersenyum dan tanpa beban
Sepanjang jalan menarik perhatian
Rambutnya panjang
Rampingnya pinggang
Celana blue jeans mengukir tubuhnya sempurna
Tua muda berangan melihatnya
Seperti aku ingin bersamanya
Tapi sayangnya
Angan dan ingin
Seperti angin
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Melayang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menggoyang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menantang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Sehingga hujan turun mengecewakan
Berapa
Iwan Fals
Berapa jauh seorang lelaki
Tempuh jarak lalu jalan mendaki
Berapa cepat seorang lelaki
Tanpa keluh sigap dia berlari
Berapa dalam seorang lelaki
Selami lautan demi tepati janji
Berapa keras seorang lelaki
Pecahkan cadas di atas kaki sendiri
CIK
Iwan Fals
Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Cium mesra bibirmu
Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku
Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga
Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang
Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan ku yakin pasti berlalu
Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan kuyakin pasti berlalu
Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang
Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Kucium mesra jidatmu
Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku
Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga
Damai Kami Sepanjang Hari
Iwan Fals
Hangat mentari pagi ini
Antar ku pulang dari bermimpi
Ramah tersenyum matahari
Inginkan aku tuk bernyanyi
Indah pagi ini
Nada sumbang enyahlah kau
Biarkan kami
Perlahan kau bangunkan aku
Antarkan segelas kopi (kopi susu)
Dengar canda adik adikmu
Inginkan aku segera bersatu
Indah pagi ini
Nada sumbang enyahlah kau
Biarkan kami
Semoga akan tetap abadi
Pagi ini
Pagi esok
Esok hari
Hari nanti
Semoga tak kan pernah berhenti
Canda hari (pagi)
Canda pagi (hari)
Damai kami Sepanjang hari
Intermezo
Iwan Fals
Katanya malam sepi
Ternyata malam tak sepi
Malam katanya sama
Ternyata malam tak sama
Di desaku di kotamu
Memang ada malam
Di hatimu di hatiku
Malam memang ada
Namun malammu tak sama malamku
Namun hatimu tak sama hatiku
Pahamkah kau ceritaku tantang malam
Malam di desaku nyanyi jangkrik merdu
Malam di kotamu keluh kesah bertalu
Malam di hatiku tetap gelap tak terang
Malam di hatimu gelap jadi bumerang
Sukur...
Oh ya, di sini jurang kita
Dalam...dalam teramat dalam
Seperti gelapnya malam
Di heningnya malam
Di redupnya sinar
Satu rembulan berjuta bintang
Ayun kaki membelah sepi
Iring angan hidup punya arti
Seorang lelaki coba sembunyi
Kala keseribu teguk
Hanguslah problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang pemabuk
Kepada dunia yang remehkan dia
Kepada dunia yang remehkan dia
Hembus angin lewat
Belai tubuh penat
Seorang lelaki bergumul pekat
Bosan kadang singgah
Di jiwa yang lelah
Kadang ada jemu
Sekejap berlalu
Sore Tugu Pancoran
Iwan Fals
Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan Koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal
Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi
Tince Sukarti Binti Mahmud
Iwan Fals
Tince Sukarti Binti Mahmud
Kembang desa yang berwajah lembut
Kuning langsat warna kulitnya
Maklum Ayah Arab Ibunda Cina
Tince Sukarti Binti Mahmud
Ikal mayang engkau punya rambut
Para jejaka takkan lupa
Kerling nakal Karti memang menggoda
Jangankan lelaki muda terpesona yang
Tua jompo pun gila
Sejuta cinta antri di meja berada
Sukarti hanya tertawa
Bibirmu hidungmu indah menyatu
Tawamu suaramu terdengar merdu
Tince Sukarti hooby memang dia bernyanyi
Qasidah Rock and Roll
Dangdut keroncong ia kuasai
Tince Sukarti ingin menjadi
Seorang penyanyi
Primadona beken neng karti selalu
Bermimpi
Ibu Bapaknya enggan memberi restu
Walau sang anak merayu
Tince Sukarti dasar kepala batu
Kemas barang dan berlalu
Tince Sukarti berlari mengejar mimpi
Janji makelar penyanyi orbitkan Sukarti
Janji Sukarti di hati persetan harga diri
Kembang desa layu tak lagi wangi
Seperti dulu
Ujung Aspal Pondok Gede
Iwan Fals
Di kamar ini aku dilahirkan
Di bale bambu buah tangan Bapakku
Di rumah ini aku dibesarkan
Dibelai mesra lentik jari Ibu
Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede
Rimbun dan anggun
Ramah senyum
Penghuni dusun
Kambing sembilan motor tiga
Bapak punya
Ladang yang luas habis sudah sebagai gantinya
Sampai saat tanah moyangku
Tersentuh sebuah rencana
Dari serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
Terdengar langkah hewan bernyanyi
Di depan masjid
Samping rumah wakil Pak Lurah
Tempat dulu kami bermain
Mengisi cerahnya hari
Namun sebentar lagi
Angkuh tembok pabrik berdiri
Satu persatu sahabat pergi
Dan tak kan pernah kembali
Yang Tersendiri
Terhempas ku terjaga
Dari lingkar mimpi
Pada titik sepi
Suaramu terngiang
Menembus khayalku
Yang juga tentangmu
Dan ku akui tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya keakuanku bersumpah
Ku cinta kau
Bayangmu menghantui
Setiap gerakku
Dan kemauanku
Dahagaku akanmu
Matikan emosi
Juga ambisiku
Dan ku akui tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya keakuanku bersumpah
Ku cinta kau
Iwan Fals - Album Aku Sayang Kamu 1986
0 comments:
Post a Comment