![]() |
Pict. By : Twitter @Bemmos |
[Catatan Majelis Masyarakat
Maiyah Kenduri Cinta 18 Mei 2018 “JABABIROH”]. Jumat, 18 Mei kemarin adalah
hari raya bagi orang Maiyah di sekitar Daerah Khusus Ibu kota. Biasanya pada
setiap "jumat malam" minggu kedua Majelis Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta
diselenggarakan, namun di bulan ini Kenduri Cinta diundur di hari Jumat minggu
ke tiga.
Jumat malam 18 Mei, saya datang sangat
terlambat ke Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Saya berangkat dari Cibubur pukul 22:15.
Jalanan cukup padat. Keluar di Jalan Raya Jakarta – Bogor jalan sedikit agak
lengang tidak seperti biasanya. Kulajukan sepeda motorku. Cepat namun tetap
terukur.
Sampai di Ragunan, saya
menyempatkan berhenti sebentar di sebuah minimarket untuk membeli sebungkus
kretek. Kutengok jarum jam di tangan kiriku menunjuk pukul 22:45. Lantas,
tancap gas lagi. Jalanan Ragunan – Menteng lancar. Ada pemandangan yang baru,
permukaan bumi dikeruk. Terowongan yang
baru dibangun di Mampang Prapatan sudah jadi. Lumayan berguna untuk mengurai
kemacetan.
Gerimis tipis menemani sampai
Cikini. Sampai di depan pelataran Taman Ismail Marzuki pukul 23:15. Jamaah lumayan
padat, tetapi tidak seperti bulan Maret yang membludak. Mungkin disebabkan
hujan, orang-orang malas untuk keluar.
Kedatanganku disambut oleh suara
Dr. Nursamad Kamba dari arah panggung.
Entah beliau sedang menjelaskan tentang apa saya tidak tahu. Saya mlipir ke arah belakang panggung, lalu ke arah pintu keluar yang ada ATM. Dari sana
terlihat di atas panggung ternyata Mbah Nun sudah hadir.
Kunyalakan sebatang kretekku. Melihat-lihat
sekitar, masih banyak tempat duduk yang kosong di pelataran Taman Ismail
Marzuki kala itu. Banyak jamaah yang duduk lesehan berbaur dengan tanah yang
becek, banyak pula yang berdiri, seperti saya yang malas banget terkena
genangan air.
Beberapa menit setelah saya berdiri
di samping kiri panggung, Dr. Nursamad Kamba mengakhiri bicanya diiringi dengan
tepuk tangan meriah para jamaah.
![]() |
Tukang kacang pun ikut menikmati acara Kenduri Cinta |
Microfon pindah ke tangan Mbah
Nun, lalu beliau ucap salam kepada jamaah yang hadir di Kenduri Cinta Mei 2018.
Lalu Mbah Nun bicara mengenai ucapan salam. Bahwa salam adalah tawaran kepada
pihak lain, baik yang beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam untuk
bersama-sama untuk saling menyelamatkan antara satu dengan yang lain.
Meningkat ke pembahasan
selanjutnya mengenai tema "Jababiroh" bahwa, di dalam Islam ada era atau zaman
jika dirunut menurut kronologinya menjadi 5 zaman. Yakni, Zaman Nubuwwah, Zaman
khilafah I, zaman kerajaan-kerajaan, zaman Jababiroh dan terakhir yang diyakini
oleh sebagian kalangan akan menjadi zaman kekhalifahan yang ke-2.
‘Jababiroh’, yaitu sebuah zaman
yang menganut kebebasan menjadi sebuah sikap yang diberhalakan. Perilaku
maksiat, fitnah, kebohongan, dusta, ketidakadilan, keserampangan adalah hal
yang biasa terjadi dan dimaklumi oleh siapa saja. Jababiroh yakni zaman di mana
umat Islam di seluruh penjuru dunia adalah umat yang paling banyak jumlahnya,
namun kuantitas itu ibarat buih yang tampak di permukaan laut.
“Sekarang bukan zaman Nabi dan
Rasul. Juga bukan era di mana manusia terpilih diberi mandat langsung dan
difasilitasi untuk menyebarkan nilai, “ kata Mbah Nun.
Mbah Nun menjelaskan bahwa para
pendahulu kita menyebutnya sebagai ‘Jababiroh’, yang dipenuhi berbagai berhala,
seperti di antaranya berhala jabatan, berhala popularitas, berhala uang,
berhala like dislike, berhala viral dan berbagai berhala lainnya. “Manusia pada zaman ini tak
memiliki pijakan untuk berdiri pada titik koordinat yang tepat dan seimbang,“
ungkap Mbah Nun.
Mbah Nun menekankan sekarang kita
memang sedang memasuki zaman ‘Jababiroh’ dengan salah satu cirinya, yaitu
memuncaknya maksiat.
![]() |
Pict. By : Twitter @Bemmos |
“Bahwa yang dimaksud maksiat bukan
hanya ke tempat prostitusi, tapi juga maksiat itu ketika Anda mengatakan yang
seharusnya tidak Anda katakan, ketika Anda melakukan yang seharusnya tidak Anda
lakukan,“ bebernya.
Maksiat adalah sesuatu yang membuat kita membelakangi Allah. Bisa ditarik kesimpulan bahwa apa saja yang membuat kita membelakangi Allah itu adalah perbuatan maksiat.
Melebar mengenai tentang “terorisme”
yang terjadi belakangan ini, Mbah Nun menegaskan bahwa mereka, teroris-teroris
kecil adalah produk dari teroris-teroris besar. Bahwa menghilangkan nyawa orang
lain adalah memang sebuah kesalahan, tetapi itu adalah akibat dari sebab-sebab
yang memicu mereka untuk melakukan hal seperti itu. Kita tidak pernah tahu
alasannya, bisa jadi itu akibat dari ketimpangan sosial, brainwash, dan
lain-lain.
Meloncat ke bahasan selanjutnya, kebetulan Kenduri Cinta kali ini sedang berada di bulan puasa. Puasa
adalah pekerjaan kita sehari-hari dan tidak mungkin kita hidup tanpa puasa. “Tidak
mungkin kita melampiaskan makan sepuas-puasnya, Anda harus membatasinya. Begitu
juga dalam bidang apapun ada batasan-batasannya,“ ucap Mbah Nun.
Jadi, tidak ada hidup tanpa puasa.
Orang-orang maiyah tidak menunggu bulan Ramadan untuk menyadari betapa puasa
itu adalah prinsip utama dalam hidup. Bukan hari rayanya. “Bahkan kalau bisa
seluruh hidup kita di dunia ini adalah puasa, karena hari raya itu di akhirat“ ungkap
Mbah Nun.
Dunia bukanlah tempat kita
membangun rumah, karena kita tidak hidup di dunia untuk selama-lamanya. “Karena
hidup kita di dunia memang amat sangat singkat maka gunakan hidup kita di dunia
sebaik-baiknya untuk bekal hidup kita di akhirat selama-lamanya,“
tandasnya.
Mengenai fenomena zaman now ini,
banyak orang saling ribut mempertengkarkan kebenaran yang mereka yakini. Menurut
Mbah Nun, "Kebenaran itu bahan mentah. Hidup itu bahan mentahnya adalah
kebenaran, hasil dari kebenaran itu adalah keindahan. Dan puncak dari keindahan
adalah cinta". Jadi, Kebenaran itu jangan dipertengkaran. Yang penting outputnya
adalah kebaikan untuk orang lain, jika sudah baik maka akan indah.
Di zaman sekarang ini banyak
orang yang tidak memahami perbedaan antar qath’i dan dzonni. Hukum Al Qur’an itu
qath’i. Tetapi, tafsir kita tentang al Qur’an adalah dzonni. Yang terjadi
sekarang adalah, “dzonni” (prasangka/pendapat) dari seorang dai, ustad &
ulama-ulama di qath’i-kan seperti Al Qur’an.
"Seumpama sebuah cermin, itulah
kebenaran Allah. Lalu Allah lemparkan cermin itu ke bumi, kemudian cermin
tersebut terpecah menjadi beberapa bagian. Manusia hanya mengambil sedikit
pecahan cermin itu tapi sudah merasa paling benar", ujar Mbah Nun. Maka di dalam
al qur an tidak ada perintah untuk menafsirkan, yang ada adalah untuk tadabbur.
Afala yatadabbarunal qur’an. Untuk bisa bertadabbur, kita tidak mesti pintar. Taddabur
ukurannya bukan kepandaian namun lebih kepada kasih sayang. Apa saja yang kita
ambil dari Al qur’an, hasilnya adalah kebaikan untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
Pukul 23:54 Mbah Nun mempersilakan Ust. Nurshofa untuk menjelaskan tentang Qath’i dan Dzonni. Saya tidak kuat berdiri lagi, ditambah rasa mengantuk karena keseringan begadang. Akhirnya saya menikmati omongan Ust, Nurshofa dengan duduk beralaskan sandar di dekat genangan air hujan.
Pukul 23:54 Mbah Nun mempersilakan Ust. Nurshofa untuk menjelaskan tentang Qath’i dan Dzonni. Saya tidak kuat berdiri lagi, ditambah rasa mengantuk karena keseringan begadang. Akhirnya saya menikmati omongan Ust, Nurshofa dengan duduk beralaskan sandar di dekat genangan air hujan.
![]() |
Pict. By : @kenduricinta |
Usai Ust. Nurshofa menguraikan
tentang qath’i dan dzonni, microfon kembali diberikan kepada Mbah Nun. Di sini
beliau sedikit intermezzo tentang Kemenag yang merilis daftar 200 dai yg
direkomendasikan untuk bertablig, Mbah Nun ada di daftar itu dan menempati
urutan 63. Mendengar angka 63 saya langsung teringat usia wafat Baginda
Muhammad Saw. What a Coincident.
Pict. By: tirto.id |
Pukul 00:14, Mbah Nun menafsirkan tentang nyanyian dolanan sluku-sluku batok,
bagi jamah maiyah pasti sudah sangat paham filosofi yang Mbah Nun temukan dalan
nyanyian dolanan ini. Usai menjelaskan tentang filosofi sluku-sluku batok, Mbah
Nun menjelaskan tentang 4 nafsu manusia, kalau di dalam term warna yakni merah,
hitam, kuning, putih. Ini agak relevan atau sama dengan term nafsu amarah,
lawwamah, sufiyah dan muthmainnah.
Seorang laki-laki tinggi dari kulon (bule) penasaran dengan kerumunan yang ada di pelataran Taman Ismail Marzuki, ia melihat-lihat sekitar lalu pergi. Pukul 00:39, denting gitar mulai berbunyi. Talent dari Pandananas mengisi acara Kenduri Cinta Mei yg bertepatan di bulan Ramadan.
Seorang laki-laki tinggi dari kulon (bule) penasaran dengan kerumunan yang ada di pelataran Taman Ismail Marzuki, ia melihat-lihat sekitar lalu pergi. Pukul 00:39, denting gitar mulai berbunyi. Talent dari Pandananas mengisi acara Kenduri Cinta Mei yg bertepatan di bulan Ramadan.
Usai talent menghibur hati para jamaah, Mbah Nun omong tentang tema mandiri dengan diri sendiri. Ini masih sama dengan tema beberapa bulan sebelumnya di berbagai acara maiyah, maiyah membahas berdaulat atas diri sendiri.
![]() |
Jamaah menikmati alunan musik dari Balte |
Pukul 01.30, seorang jamaah
bertanya tentang “Bagaimana kebenaran kita adalah kebenaran yg datang dari
Allah?” Mbah Nun menjawab singkat, ini tidak usah sampai ke Allah. Tapi yang
paling pertama, anda harus ingat bahwa kebenaran itu adalah bekal. Ia input,
dan outputnya adalah kebaikan. Makanya yang ada "fastabiqul khoirat" (berlomba-lomba dalam kebaikan),
bukan -fastabiqul haq- (berlomba-lomba dalam kebenaran).
Pukul 01:54, angin berhembus tenang. Hening. Budi Tatto omong tentang video
Mbah Nun. Ia mengemukakan bahwa maiyah adalah duplikat Surga. Ia dengan haqqul yakin bersaksi
tentang itu, ia melanjutkan tentang tema Jababiroh. menurutnya “Agar terhindar dari zaman
jababiroh, kuncinya adalah “laalakum tattaqun”.
![]() |
Pict. By : @kenduricinta |
Waktu terus bergulir, pukul 02:26, talent Balte mengisi acara dengan lagu "Begadang". Sebagian jamaah berdiri, pergi meninggalkan kerumunan. Lagu kedua dari Balte, "Ani" milik Bung Haji Rhoma Irama. Saya tidak banyak mengikuti, ketika rasa
kantuk menyergapku dengan amat sangat. Usai penampilan Balte sebagai pemuncak
acara. Jamaah diminta berdiri. Kenduri Cinta Mei 2018 diakhiri dengan pembacaan
doa dipimpin oleh Mbah Nun.
Innama amruhu idza aroda syai’an
anyaku lalahu kun fayakuuunnn. (3x)
0 comments:
Post a Comment