![]() |
Pict by: Kaskus |
Keganasan kekuasaan
tentara di Cina
Telah menjadi sejarah yang tak kan terlupa
Mahasiswa dan rakyat damainya menghadang tank
Menjadi tumbal kesombongan para jenderal di punggung naga...
Telah menjadi sejarah yang tak kan terlupa
Mahasiswa dan rakyat damainya menghadang tank
Menjadi tumbal kesombongan para jenderal di punggung naga...
Hari ini, tepat 29 tahun yang
lalu, sebuah tragedi memilukan dalam sejarah terjadi. 4 Juni 1989, sedikitnya
10.000 mahasiswa dan masyarakat sipil yang berada di sekitar lapangan
Tiananmen kota Beijing, China tewas dibantai oleh keganasan pasukan militer
China.
Kumpulan demonstran yang menuntut gerakan kebebasan berdemokrasi tersebut akhirnya lebih dikenal sebagai Tiananment Square Massacre atau Pembantaian Tiananmen. Protes damai yang dilakukan mahasiswa bersama masyarakat sipil ditanggapi dengan tembakan peluru tajam membabi-buta serta serbuan tank yang dilakukan militer pemerintahan komunis RRC.
Pict by : youtube |
Demonstrasi yang dilakukan pada
3-4 Juni 1989 itu sendiri merupakan puncak dari serangkaian aksi sejak April
1989 yang dipicu oleh meninggalnya Hu Yaobang, seorang reformis liberal yang
juga mantan Sekjen partai komunis China yang digulingkan secara paksa pada
Januari karena aktif dan kritis menyerang kebijakan pemerintah, pembatasan
kebebasan berbicara serta perilaku korup dan nepotis dari pejabat pemerintahan.
Sekitar tanggal 17 – 18 Mei 1989,
lebih kurang 1 juta warga Beijing berbaris dan berparade menuju lapangan
Tiananmen, beberapa tokoh dari partai oposisi, kepolisian dan kaum cendikiawan
ikut bergabung dalam aksi solidaritas tersebut. Pada 20 Mei 1989, pemerintah
mengeluarkan semacam dekrit dan mengerahkan sedikitnya 30 batalion militer, dengan
total 250 ribu tentara dikerahkan ke ibu kota negara melalui jalur darat serta
udara untuk “mengatasi” aksi yang oleh pemerintah dianggap sebagai tindakan
kontra-revolusioner tersebut. [1]
Pict by : kaskus |
Kumpulan massa menghadang
tank-tank pasukan militer China yang hendak masuk ke ibu kota, membujuk para tentara
sambil memberi/mengirimi mereka makanan untuk ikut bergabung dalam aksi
tersebut. Pasukan tentara pun tertahan. 24 Mei pihak otoritas militer dan
pemerintah memutuskan untuk menarik mundur pasukan kembali ke markas mereka di
luar kota Beijing. Tentunya hal ini disambut gembira oleh rakyat yang mengira
telah berhasil dengan perjuangan mereka.
1 Juni, Perdana Menteri RRC, Li
Peng mengeluarkan laporan yang di beri judul “Kebenaran Sejati dari Sebuah
Gejolak” pada Politbiro yang intinya membujuk Lembaga Politbiro untuk
melegalisasi tindakan “pembersihan” terhadap aksi di Lapangan Tiananmen karena
protes rakyat sudah menjurus pada tindakan terorisme serta kontra revolusioner.
Keesokan harinya, Deng Xiaoping
dan beberapa tetua partai bertemu Li Peng, Qiao Shi dan Yao Yilin dari Politbiro menyepakati upaya membersihkan lapangan Tiananmen dengan cara yang
“sedamai” mungkin, namun apabila kaum pemrotes melawan maka pasukan diberi
otorisasi untuk melakukan segala cara
atau tindakan apapun yang diperlukan.
One million Chinese can be considered a small number ~ Deng Xiaoping
3 Juni 1989 pagi, Politbiro
kemudian melakukan pertemuan tertutup dengan Walikota Beijing, menghasilkan
perintah terakhir untuk menegakan hukum darurat, yang isinya adalah: 1. Operasi
penumpasan kerusuhan kontra-revolusioner. 2. Unit militer mengepung lapangan
Tiananmen pukul 1 pagi pada 4 Juni dan lapangan sudah harus dibersihkan pada
pukul 6 pagi. 3. Penundaan tidak akan ditoleransi.
Pukul 10.30 pagi, laju Pasukan
militer unit 38 Angkatan Darat sempat tertahan di Muxidi, sekitar 5 km sebelah
barat Tiananmen karena demonstran membakar bis yang diparkir melintang di
jembatan, beberapa warga mencoba mengepung tentara untuk menghalangi gerak
lajunya.
Namun, tak seperti sebelumnya,
kali ini tentara tidak lagi mundur akan tetapi mulai menembaki kerumunan hingga
menewaskan banyak orang, tentara bahkan menembaki apartemen di sekitar Muxidi,
tentara kemudian menggunakan kendaraan lapis baja untuk melindas bus dan bahkan
orang yang menghalangi jalan.
Pict by : youtube |
Tentara terus menembaki
demonstran yang mencoba mendirikan barikade serta rantai manusia, mayat pun
bergelimpangan di sepanjang jalan antara kawasan Chang’an, Liubukou, Fuxingmen,
Nanlishilu, Xidan hingga Tiananmen.
Seorang saksi yang namanya
disamarkan mengatakan bahwa Pasukan Militer Unit 27 menembak sembarang ke arah
kumpulan orang. "Mereka menembak acak ke perkumpulan orang, apakah itu
demonstran atau bukan." Menurut saksi, tentara terlihat
"tertawa" saat menembaki warga. [2]
Kesaksian lainnya sempat
disampaikan oleh warga pada investigasi media Christian Science Monitor di
peringatan Tiananmen ke-19 tahun lalu. Dia mengatakan, tentara muncul di
Tiananmen pada malam tanggal 3 Juni 1989. Pagi dini harinya, mereka mulai
menembak. [3]
Aksi penembakan, kata saksi,
tidak tertangkap kamera. Tidak ada pembantaian di Lapangan Tiananmen sendiri,
ataupun di sekitar Patung Kebebasan/Dewi Demokrasi yang dibuat mahasiswa. Tidak
ada juga "sungai darah" seperti mitos yang disebarkan media. Saksi
mengatakan, di Lapangan Tiananmen sendiri, hanya 10 -12 mahasiswa yang tewas.
Tentara, kata saksi, mengincar
mahasiswa yang jauh dari tangkapan kamera, di sekitar Kota Terlarang. Di
pinggir-pinggir jalan, sebelah barat Beijing. Ribuan orang tewas, termasuk
mahasiswa dan warga sipil yang berusaha melindungi mereka.
Semua rumah sakit di dalam kota
dibanjiri oleh ribuan korban luka dan tewas. Dokumen intelijen mencatat
percakapan saksi dari Amerika dengan seorang dokter wanita yang bekerja di
malam 4 Juni yang nahas itu. Dia mengatakan, pihak rumah sakit menolak
memberikan lagi mayat-mayat mahasiswa pada Biro Keamanan Publik China.
Pasalnya, semua mayat yang diberikan pada mereka langsung dikremasi, tanpa
sempat diidentifikasi. [4]
Pihak rumah sakit kemudian
memotret mayat-mayat untuk diidentifikasi. Sumber mengatakan, dokter berani
melakukan ini karena 85 persen dari mereka pernah belajar di Amerika. Para
dokter yakin, AS akan melindungi mereka.
Pict by : youtube |
"Pahlawan sebenarnya dalam
pembantaian itu adalah pengayuh becak yang sukarela mengangkut korban terluka
atau tewas dari wilayah Tiananmen ke rumah sakit, mempertaruhkan nyawa demi hal
ini," kata sumber AS.
Para pengunjuk rasa sendiri bukan
tidak melakukan perlawanan, selain mencoba menghalangi gerak laju pasukan
dengan barikade, mahasiswa, pelajar, buruh serta warga sipil juga menyerang
tentara menggunakan segala macam benda mulai dari batu, kayu hingga bom
molotov, terlebih ketika kabar terjadinya pertumpahan darah di barat dan
selatan Tiananmen sampai ke demonstran lainnya yang berkumpul di Lapangan
Tiananmen.
Pukul 2 pagi, tembakan kembali terdengar dari moncong senapan pasukan militer tersebut. Jalanan Beijing terdengan seperti zona perang. Pukul 4 pagi lampu di sekitar Lapangan Tiananmen dimatikan dan suasana menjadi gelap gulita, terdengar pengumuman dari loudspeaker yang dikuasai pemerintah yang menyerukan bila pembersihan Lapangan Tiananmen akan segera dimulai.
Pukul 4.30 lampu kembali
dinyalakan dan terlihat pasukan mulai bergerak maju dari 4 sisi lapangan dan
mulai memukuli para demonstran, merebut serta merusak kamera atau alat perekam
lain yang dipegang oleh mahasiswa. Akhirnya, pada sekitar pukul 6 pagi,
lapangan telah berhasil “dibersihkan” dari para demonstran, sesuai jadwal dari
maklumat pihak otoritas, para demonstran yang tersisa berkonvoi untuk kembali
ke kampus mereka di kejar menggunakan 3 buah tank yang menembakan gas air mata,
satu diantara tank tersebut bahkan menabrak kerumunan massa hingga menewaskan
11 orang dan puluhan lain yang terluka. [5]
Pagi harinya, ribuan warga, sebagian terdiri dari orangtua
para mahasiswa, mencoba memasuki kembali Lapangan Tiananmen, namun mereka
berhadapan dengan pasukan infanteri yang langsung menembaki kearah kerumunan,
hal ini berulang beberapa kali menimbulkan kepanikan dan korban jiwa pun
kembali berjatuhan.
Peristiwa ini menjadi sorotan dunia Internasional, termasuk
di Indonesia yang saat itu sedang di kuasai oleh kekuatan militer.
Sampai-sampai legenda hidup musik Indonesia, Iwan Fals melancarkan kritik keras
melalui sebuah lagunya (yang tidak dialbumkan) yang berjudul Cerita Lama Tiananmen.
Lidahnya api menyambar
Membakar yang punya hati
Rakyat sendiri dihancurkan
Demi gengsi ideologi
Pembantaian di Tiananmen adalah sebuah bukti
Dari sekian banyaknya kekerasan
Yang terjadi di muka bumi ini…
Baca juga : tragedi tenggelamnya Kapal Tampomas II
Membakar yang punya hati
Rakyat sendiri dihancurkan
Demi gengsi ideologi
Pembantaian di Tiananmen adalah sebuah bukti
Dari sekian banyaknya kekerasan
Yang terjadi di muka bumi ini…
Baca juga : tragedi tenggelamnya Kapal Tampomas II
Foot note
0 comments:
Post a Comment