CATETAN TH. 1946
Ada tanganku, sekali akan jemu
terkulai,
Mainan cahya di air hilang bentuk
dalam kabut,
Dan suara yang kucintai ‘kan
berhenti membelai.
Kupahat batu nisan sendiri dan
kupagut.
Kita –anjing diburu- hanya melihat
sebagian dari
sandiwara sekarang
Tidak tahu Romeo & Juliet
berpeluk di kubur atau
di ranjang
Lahir seorang besar dan tenggelam
beratus ribu
Keduanya harus dicatet, keduanya
dapat tempat.
Dan kita nanti tiada sawan lagi
diburu
Jika bedil sudah disimpan, cuma
kenangan berdebu;
Kita memburu arti atau disertakan
kepada anak
lahir sempat.
Karena itu jangan mengerdip, tatap
dan penamu
asah,
Tulis karena kertas gersang,
tenggorokan kering
sedikit mau basah!
1946
CERITA
kepada Darmawidjaja
Di pasar baru mereka
Lalu mengada-menggaya.
Mengikat sudah kesal
Tak tahu apa dibuat
Jiwa satu teman lucu
Dalam hidup, dalam tuju.
Gundul diselimuti tebal
Sama segala berbuat-buat.
Tapi kadang pula dapat
Ini renggang terus terapat.
9 Juni 1943
CERITA BUAT DIEN TAMAELA
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
Beta Pattiradjawane
Kikisan laut
Berdarah laut.
Beta Pattiradjawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan.
Beta pattiradjawane, menjaga hutan
pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.
Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.
Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kurim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar
pulau…
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
1946
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng
sendiri.
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat
si pacar.
dingin membantu, laut terang, tapi
terasa
daku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin
mendayu,
di perasaan penghabisan segala
melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun
kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan
cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
Kalau ‘ku mati, dia mati iseng
sendiri
1946
DALAM KERETA
Dalam kereta.
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo…, makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking
jiwa,
Sayatan terus ke dada
15 Maret 1944
DENDAM
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak
Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Tangan meraba ke bawah bantalku
Keris berkarat kugenggam di hulu
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Aku mencari
Mendadak mati kuhendak berbekas di
jari
Aku mencari
Diri tercerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak tampak
13 Juli 1943
DENGAN MIRAT
Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas
Aku dan dia hanya menjengkau
rakit hitam.
‘Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran pitam?
Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu?
8 Januari 1946
DERAI-DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap
merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah
rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak
diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
DI MESJID
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam
dada.
Segala daya memadamkannya
Bersimpah peluh diri yang tak bisa
diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila.
29 Mei 1943
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus
kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa
mati.
Maju
Ini barisan tak
bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru
tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Februari 1943
0 comments:
Post a Comment